Langsung ke konten utama

Pentingnya Menuntut Ilmu Di Pondok Pesantren

Jika mendengar kata Pesantren, apa yang muncul di benak pikiran anda? Mungkin, mayoritas akan membayangkan tempat mengaji, tempat belajar ilmu agama, tidak boleh membawa handphone, tidak boleh menonton TV (kecuali lagi diluar pesantren) dan masih banyak lagi peraturan-peraturan yang diterapkan di pesantren. Anda tidak sepenuhnya keliru. Memang mayoritas pesantren seperti itu, terutama di pondok-pondok pesantren tradisional.

Pondok pesantren menjadi tumpuan utama bagi pembangunan generasi muda yang memiliki keunggulan baik kompetensi dunia maupun kesiapan akan kesuksesan hidup di akhirat kelak.

Santri pondok pesantren memberikan peluang kesuksesan dunia akhirat yang lebih baik karena ditempa dengan multi pelajaran dan multi ilmu pengetahuan serta pengalaman yang sangat bagus.

Pondok pesantren pada awalnya di-setting sebagai lembaga pendidikan non-formal. Surau, Masjid dan pemondokan santri menjadi ruang aktifitas sentral para santri belajar ilmu. Ilmu yang dipelajari secara umum berkutat pada persoalan disiplin ilmu agama (baca; Islam), semisal fiqh, tasawuf, nahwu, shorof, tauhid, tajwid dan semacamnya. Teks-teks yang jadi rujukan juga seputar kitab kuning klasik, sebuah karya cendikiawan Islam (Ulama) yang rata-rata ditulis pada abad pertengahan. Hal semacam itu membuat beberapa kalangan menjuluki kaum pesantren sebagai kaum tradisionalis.

Seiring berjalannya waktu, tuntutan zaman kian kompleks. Pesatnya keilmuan yang semakin spesifik serta perkembangan teknologi terus menuntut pesantren tetap bisa menjadi lembaga pendidikan yang selalu survive. Alhasil, pesantren juga membuka pendidikan umum mulai dari SD-MI, SLTP-MTs, SMA-SMK-MA-MAK, bahkan Perguruan Tinggi. Sungguh ini capaian yang luar biasa. Selain menjadi lembaga pendidikan agama, pesantren juga membuka ruang untuk siapa saja yang ingin memperdalami ilmu umum.

Keberadaan itu ternyata tidak membuat pesantren aman dalam memuluskan ajarannya. Munculnya pesantren-pesantren baru yang sebenarnya berada dalam naungan aliran Islam transnasional menjadi tantangan pesantren yang sudah lama ada. Pesantren baru muncul dengan mengedapankan ilmu umum semata, pengetahuan bahasa Inggris dan bahasa Arab menjadi tawaran untuk menarik animo para orang tua agar memondokkan anaknya di pesantrennya.

- Pentingnya Mondok 

Banyak hal kenapa orang tua penting memondokkan anaknya di pesantren yang benar. Ada beberapa hal kenapa penting menempuh pendidikan di pesantren, tentunya pesantren yang berada di bawah asuhan kiai-kiai Nahdlatul Ulama (NU). Di antaranya pertama, pesantren NU memiliki sanad keilmuan yang jelas. Segala yang dipelajari di pesantren NU bisa dipertanggungjawabkan. Jika kita runtut, ilmu yang dikonsumsi alurnya jelas sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh karenanya, kita tak perlu khawatir atas kebenaran ilmu yang dipelajari di pesantren NU. Karena itu sudah sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW yang besok bertanggung jawab dihadapan Allah Yang Maha Esa.

Pesantren mengajarkan kita untuk tidak berpikir oposisi-binner. Sebuah gaya berpikir yang selalu mempertentangkan setiap perbedaan. Tak heran, jika gerakan feminisme menjadi kekuatan matriarki yang menindas kaum lelaki, semisal. Atau sosialisme menentang otoriterianisme, lalu menjadi otoriterianisme dengan bentuk baru. Nah, di pesantren kita diajarkan bahwa perbedaan itu adalah sunnatullah. Perbedaan tidak perlu dipertentangkan, akan tetapi disikapi secara arif agar bisa berjalan beriringan.
Pelajaran sejarah yang bisa kita petik adalah saat terjadi perang sesama sahabat Rasulullah. Ketika beberapa kelompok memberi dukungan kepada salah satu sahabat, bahkan ada yang memilih menyalahkan keduanya. Ulama Ahlussunnah memilih tidak berkomentar. Diamnya Ahlussunnah bukan tanpa alasan, sikap diam tanpa komentar merupakan pernyataan tersirat bahwa keduanya sama-sama mempunyai dasar alasan atas perang yang mereka kobarkan. Keduanya sama-sama sahabat Rasulullah dan perbedaan pandangan itu hal yang biasa terjadi, tak terkecuali sahabat Nabi sendiri.

Di pesantren kita dikenalkan tentang konsep barokah. Dalam kehidupan pesantren, barokah menjadi hal penting yang dijadikan pegangan santri. Sering kali kita mendengar, setinggi apapun ilmu yang didapatkan jika tidak mendapatkan barokah Kiainya, maka ilmu yang didapat akan sia-sia. Dalam pandangan pesantren tabarrukan atau biasa disebut barokah mempunyai makna penambahan kebagusan dari Allah, ziyadatul khair. Artinya, setiap waktu semakin bertambah baik. Barokah merupakan sebuah kekuatan rasa yang dimiliki oleh Kiai dan dipercaya mampu melegitimasi ilmu yang diperoleh santri, manfaat atau tidak.

 Barokah tidak semata-mata bisa hadir dari seorang Kiai. Artinya, untuk mendapatkan titel bahwa seorang Kiai memiliki kekuatan barokah biasanya terletak pada sejauhmana Kiai tersebut memilki karomah.

Karomah sendiri merupakan sebuah pengetahuan yang telah mengkristal pada diri seorang Kiai. Tentunya, ilmu yang pernah dipelajarinya telah menyatu dengan dirinya. Nah, Kiai seperti ini akan terlihat begitu karismatik di depan santri-santrinya dan masyarakat pada umumnya. Ternyata, hal semacam ini tidak hanya diakui oleh kalangan pesantren. Seorang tokoh sosiologi, Max Weber juga mengakui akan kebenaran ini. Dalam menjelaskan rasionalisasi, Weber mengakui bahwa ilmu-ilmu sosial harus berkaitan dengan fenomena spiritual atau ideal. Alasannya, sebagai ciri-ciri khas dari manusia yang tidak berada dalam jangkauan bidang ilmu-ilmu alam. Nah, yang semacam ini dalam pesantren biasa disebut dengan barokah dan karomah. Sesuatu yang selama ini kita anggap mistis, ternyata hanya persoalan rasio akal belum mampu menjangkaunya. Sebenarnya ini adalah hal yang rasional, suatu saat bisa dibuktikan.

Dari pesantren kita akan diajarkan bagaimana bersosial. Tanpa disadari, dalam kehidupan santri menyimpan segudang pelajaran hidup. Hal sederhana, semisal bagaimana santri makan bersama dengan menggunakan talam. Dari situ kita bisa lihat, bahwa kebersamaan dalam pesantren itu sangat diutamakan. Tanpa melihat dari mana asalnya, miskin, kaya bahkan keturunannya. Pesantren tak pernah mengenal kasta, semua diperlakukan sama, santri.
Kelima, selain persoalan di atas, hal paling penting yang bisa didapat dari pesantren adalah “Akhlak”. Akhlak yang dimaksud di sini bukan sekedar persoalan etika semata. Karena etika lebih kepada persoalan pola sikap dan pola ucap. Semisal, seorang koruptor yang sosialnya bagus tidak bisa dikatakan berakhlak. Karena apa yang ia lakukan tidak sesuai dengan kebenaran hatinya.

Akan tetapi, akhlak jauh melampaui itu. Seseorang yang berakhlak, baik tindakan, perkataan, pikiran maupun perasaannya akan berjalan secara beriringan. Keempatnya tidak mungkin bertentangan. Contoh yang bisa kita ambil, ketika Nabi Muhammad SAW mengutuk seseorang yang munafik. Seperti kita mafhum, munafik adalah seorang yang ucapan dan tindakan, pikiran serta hatinya tidak sesuai. Dari contoh itu bisa kita petik, bahwa akhlak meliputi persoalan pola sikap, pola ucap, pola pikir dan pola rasa (hati). Bagaimanapun juga, Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia, tak lain dan tak bukan untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Di antara kenikmatan yang Allah swt anugerahkan kepada manusia adalah memiliki keturunan atau anak. Sebagai wujud rasa syukur atas nikmat ini adalah dengan membekali anak-anak kita dengan berbagai disiplin ilmu, khususnya ilmu agama dan akhlak mulia.

Untuk meraih ilmu agama dan akhlak mulia, pesantren menjadi tempat yang paling tepat. Pesantren menjadi kawah candradimuka yang semestinya diperkenalkan kepada anak sejak dini untuk mencetak kepribadian luhur.

Terlebih di era saat ini, di mana tantangan zaman semakin komplek imbas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sangat beruntung orang tua yang anaknya mau belajar di pesantren.

Jika kita melihat kondisi zaman sekarang ini dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat secara besar-besaran telah merubah hampir seluruh aktivitas kehidupan manusia.

Kemaksiatan ada di mana-mana, pergaulan tak mengenal batas, dan terjadi di kalangan remaja yang masih labil. Bahkan hal seperti itu sudah dianggap wajar bagi sebagian kalangan masyarakat.

Dengan cepatnya globalisasi itu, norma yang diturunkan oleh para salafus saleh dan para ulama kini sudah banyak ditinggalkan. Sebagai orang tua, pastinya tak ingin anak kita terjerumus dalam jurang masa depan yang suram. Orang tua ingin sekali melihat anaknya sukses baik dunia maupun akhirat, berbakti kepadanya, dan apa saja yang bersifat baik.
Berbagai cara dilakukan, seperti menyekolahkan anaknya, baik madrasah maupun sekolah formal, sebagai upaya untuk menjadi benteng dari permasalah saat ini.

Oleh karena itu, jika hanya mengandalkan sekolah dan pantauan dari orang tua, itu belum cukup. Lalu bagaimana cara yang ampuh untuk menyikapi hal tersebut?

- Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam Tradisional 

Pondok pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional, telah menjadi pilihan yang populer bagi banyak orang tua yang ingin memberikan pendidikan agama dan moral yang kokoh kepada anak-anak mereka.

Orang tua yang mau dan ikhlas menitipkan pendidikan agama di pesantren merupakan orang yang tidak egois. Mereka mematuhi perintah Rasulullah saw yang memerintahkan para orang tua untuk memuliakan anak-anaknya dengan pendidikan agama yang dapat menyelamatkannya dari api neraka.

Saat menyerahkan putra-putrinya ke pesantren, orang tua juga harus benar-benar ikhlas lahir dan batin. Orang tua bukan hanya menitipkan saja kepada pengasuh pesantren. Namun, benar-benar memasrahkannya.

Karena jika masih setengah-setengah dalam memesantrenkan putra-putrinya, maka bisa menjadi tidak maksimalnya keberhasilan dan keberkahan dalam mencari ilmu. Padahal ilmu inilah yang paling penting bagi mereka sebagai bekal mengarungi masa depan.

Orang tua harus sangat bersyukur saat putra-putrinya memiliki inisiatif sendiri untuk mondok di pesantren. Hal ini merupakan anugerah karena tidak semua anak memiliki keinginan seperti ini. Banyak anak yang harus ‘dipaksa’ orang tuanya untuk belajar agama di pesantren.

Saat ini banyak orang tua yang ‘kalah’ dengan anaknya atas nama demokrasi. Pepatah Jawa ‘Kebo nyusu gudel’ (kerbau menyusu anaknya/ orang tua kalah dengan anaknya) sudah banyak dialami orang tua.

Jika orang tua kendor dalam hal pendidikan, khususnya agama, kepada putra-putrinya maka siap-siap orang tua akan menghadapi payahnya tingkah laku anaknya.

Saat putra-putrinya sudah berada di pesantren, orang tua juga harus benar-benar ikhlas dan terus mendoakannya. Dengan sikap ini, maka anak-anak akan terkoneksi batinnya dan mampu mewujudkan harapan orang tua.



Sumber : https://www.google.com/amp/s/www.nu.or.id/amp/opini/ayo-mondok-beberapa-alasan-pentingnya-belajar-di-pesantren-kgnGD
https://lampung.nu.or.id/amp/pernik/alasan-mengapa-seorang-anak-harus-masuk-pondok-pesantren-GfyVF
https://www.google.com/amp/s/jabar.nu.or.id/amp/kuluwung/ayo-mondok-pesantren-itu-keren-eCMMx
https://www.google.com/amp/s/nu.or.id/amp/daerah/paling-beruntung-orang-tua-yang-anaknya-mau-di-pesantren-lrgqi
https://www.google.com/amp/s/www.nu.or.id/amp/nasional/catatan-penting-bagi-orang-tua-saat-anak-mondok-7jksS

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Masjid Kehilangan Maknanya

Beberapa waktu lalu, masyarakat dihebohkan oleh kisah tragis, seorang pemuda dipukuli hingga meninggal dunia di dalam masjid, tempat yang seharusnya menjadi rumah bagi siapa pun yang mencari ketenangan. Ia hanya ingin menumpang tidur, tapi justru kehilangan nyawanya di rumah Allah. Peristiwa ini bukan sekadar berita kriminal. Ia menampar nurani kita sebagai umat. Sebab, kalau kita menengok ke masa Rasulullah ﷺ , masjid bukan hanya tempat sujud tapi rumah bersama bagi siapa pun yang datang dengan hati lelah. Masjid di Zaman Nabi ﷺ : Rumah Bersama, Bukan Sekadar Tempat Salat. Di masa Rasulullah ﷺ , masjid adalah pusat kehidupan umat: tempat ibadah, tempat belajar, tempat bermusyawarah, tempat menerima tamu, hingga tempat berlindung bagi mereka yang tak punya rumah. Salah satu contohnya adalah Ashabus Suffah sekelompok sahabat miskin yang tinggal di serambi Masjid Nabawi. Mereka tidur, makan, dan belajar di sana, tanpa pernah diusir. Rasulullah ﷺ bukan hanya membiarkan mereka tingg...

Big Why Ngeblog

Alasan terbesar saya untuk ngeblog adalah untuk menjaga konsisten dalam menulis. Selain alasan konsisten, alasan lainnya adalah supaya tulisan-tulisan yang saya tulis dapat bermanfaat bagi orang lain. Dengan bergabung di berbagai komunitas menulis, harapannya tulisan-tulisan yang saya tulis, seiring dengan berjalannya waktu dapat lebih baik dan bisa bermanfaat bagi orang banyak.  Saya suka menulis sejak saya duduk di kelas enam sd, waktu itu tulisan-tulisannya masih tidak jelas, terkadang menulis pantun, cerita bahkan menulis sesuatu yang tidak jelas dan tidak ada endingnya, sampai sekarang pun buku-buku tersebut masih ada, dan jika dibacanya rasanya diri ini selalu ingin tertawa hehe. Mungkin tulisan-tulisan dulu yang layak dibaca hanyalah sebuah pantun, bukan karya tulis yang lain. Dulu, ketika aku ingin menulis, seringkali tulisanku tidak pernah terarah, aku menulis dengan apa yang selalu aku inginkan disaat itu, hingga ending dan alur ceritanya tidak jelas. Bulan desember ...

Yayasan Pondok Pesantren Nuris Salafiyyah

- Mengenal Tentang Yayasan Pondok Pesantren Nuris Salafiyyah  Yayasan Pondok Pesantren Nuris Salafiyyah. Terdiri dari dua lembaga yaitu Pondok Pesantren Nuris Salafiyyah dan Ma’had An-Najaa Islamic Boarding School. Pondok Pesantren Nuris Salafiyyah merupakan pondok salaf, sedangkan Ma'had An-Najaa Islamic Boarding School merupakan pondok modern yang didirikan guna mengikuti perkembangan zaman. Ma’had An-Najaa Islamic Boarding School tentunya berbeda dengan Boarding School pada umumnya, karena Ma’had An-Najaa Islamic Boarding School ini dinaungi oleh Yayasan Pondok Pesantren, sedangkan Boarding School pada umumnya merupakan sekolah asrama, bukan sebuah lembaga yang dinaungi oleh pondok pesantren. Dari artinya saja bisa dapat disimpulkan bahwa Islamic Boarding School dan Boarding School itu berbeda. Pondok Pesantren Nuris Salafiyyah, berdiri pada tahun 1991 dan didirikan oleh Alm. KH. Ach. Imam Baidlowi Abdul Yusa’. Pada awal mulanya pesantren ini berdiri, para santri desa hanya me...