Beberapa waktu lalu, masyarakat dihebohkan oleh kisah tragis, seorang pemuda dipukuli hingga meninggal dunia di dalam masjid, tempat yang seharusnya menjadi rumah bagi siapa pun yang mencari ketenangan. Ia hanya ingin menumpang tidur, tapi justru kehilangan nyawanya di rumah Allah.
Peristiwa ini bukan sekadar berita kriminal. Ia menampar nurani kita sebagai umat. Sebab, kalau kita menengok ke masa Rasulullah ﷺ, masjid bukan hanya tempat sujud tapi rumah bersama bagi siapa pun yang datang dengan hati lelah. Masjid di Zaman Nabi ﷺ: Rumah Bersama, Bukan Sekadar Tempat Salat.
Di masa Rasulullah ﷺ, masjid adalah pusat kehidupan umat: tempat ibadah, tempat belajar, tempat bermusyawarah, tempat menerima tamu, hingga tempat berlindung bagi mereka yang tak punya rumah. Salah satu contohnya adalah Ashabus Suffah sekelompok sahabat miskin yang tinggal di serambi Masjid Nabawi. Mereka tidur, makan, dan belajar di sana, tanpa pernah diusir. Rasulullah ﷺ bukan hanya membiarkan mereka tinggal, tetapi juga memperhatikan kebutuhan mereka. Beliau sering mengajak mereka makan, memberi pakaian, dan mengajarkan ilmu secara langsung.
Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam Fath al-Bari menjelaskan bahwa para penghuni Suffah itu “tinggal di serambi masjid Nabawi, tidak punya rumah, dan Nabi ﷺ memperhatikan mereka dengan memberi makan dan pakaian.” Sementara Abu Hurairah r.a., yang juga termasuk di antara mereka, berkata, “Aku termasuk penghuni suffah, dan tidak ada seorang pun dari kami yang memiliki rumah atau keluarga.” Artinya, masjid di zaman Nabi bukan tempat eksklusif untuk mereka yang rapi, beraroma kasturi, dan berpakaian bersih. Masjid adalah ruang teduh bagi siapa pun yang datang dengan letih. Masjid adalah tempat yang aman, bukan tempat penghakiman.
Fungsi Masjid dalam Kehidupan Rasulullah ﷺ
Menurut NU Online dalam artikel “Fungsi dan Bangunan Masjid Sejak Zaman Rasulullah” (Kendi Setiawan, 2018), masjid di masa Nabi memiliki fungsi yang luas dan menyentuh seluruh aspek kehidupan diantaranya sebagai tempat ibadah dan dzikir kepada Allah, tempat menuntut ilmu, tempat berdiskusi, tempat bermusyawarah, tempat mempersatukan umat, tempat sosial bagi yang membutuhkan, tempat perlindungan bagi musafir dan orang miskin, tempat pengobatan dan pelayanan umat.
Berbagai sumber sejarah dan literatur Islam mencatat, Rasulullah ﷺ menjadikan masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pembinaan umat. Masjid di masa beliau menjadi ruang hidup, tempat lahirnya nilai kasih sayang, kesetaraan, pendidikan, dan tanggung jawab sosial. Kementerian Agama RI melalui berbagai kajian keislaman juga menegaskan bahwa fungsi masjid pada masa Nabi mencakup lima peran utama: tempat ibadah, tempat belajar, tempat musyawarah, tempat menampung kaum dhuafa, serta pusat dakwah dan kemanusiaan. Hal senada dijelaskan oleh NU Online, bahwa masjid adalah pusat peradaban umat Islam tempat agama, ilmu, dan kemanusiaan bersatu dalam keseimbangan yang indah. Masjid bukan hanya tempat bersujud, tetapi juga tempat membangun kehidupan.
Ketika Masjid Hari Ini Menjadi Ruang Tertutup
Kini, banyak masjid berdiri megah, berlampu terang, berpendingin udara, dan berlapis marmer. Dana pembangunannya dikumpulkan dengan semangat dari masyarakat: ada yang berdiri di pinggir jalan meminta sumbangan, ada yang menitipkan sebagian rezekinya dari hasil kerja keras harian. Tapi setelah masjid itu jadi, pintunya dikunci rapat saat malam tiba. Kamar mandi ikut digembok, serambi dikosongkan, dan orang yang hendak istirahat sejenak dipandang curiga. Padahal dulu, Rasulullah ﷺ bersabda bahwa seluruh bumi adalah tempat sujud dan sarana bersuci. Masjid adalah rumah terbuka, bukan tempat yang membatasi siapa boleh masuk dan siapa tidak. Lalu, untuk apa kita ramai-ramai meminta sumbangan di jalan demi membangun masjid, jika setelah berdiri megah ia justru kehilangan maknanya?
Belajar dari Spirit Masjid Rasulullah ﷺ
Masjid seharusnya menjadi tempat yang menenangkan, bukan menakutkan. Tempat orang mendekat pada Allah, tapi juga mendekat pada sesama manusia. Kalau di zaman Nabi ﷺ, ada orang datang hanya untuk tidur karena tak punya rumah, Rasulullah tidak akan mengusirnya. Beliau akan menampung dan memberikan perhatian, bukan memukul. Karena bagi beliau, kemanusiaan selalu lebih besar daripada sekadar aturan tempat.
Dulu, masjid adalah rumah bagi mereka yang kehilangan arah. Sekarang, ada yang kehilangan nyawa hanya karena ingin beristirahat di sana. Dulu, masjid jadi tempat perlindungan.Sekarang, pagar tinggi dan kunci besar membatasi siapa yang dianggap “pantas masuk”. Mungkin kita terlalu sibuk menjaga bangunan, sampai lupa menjaga makna. Terlalu fokus merawat marmer, tapi lupa memelihara kasih. Masjid bukan milik tembok dan menara, ia milik hati setiap manusia yang ingin pulang kepada Allah.
Mari Kembalikan Ruh Masjid
Masjid bukan hanya rumah Allah, tapi rumah manusia juga. Bukan hanya tempat bersujud, tapi tempat bernaung. Tempat menemukan Tuhan, tapi juga menemukan pelukan kemanusiaan. Mari kita kembalikan ruh masjid seperti yang diajarkan Rasulullah ﷺ: terbuka, teduh, penuh kasih, dan menjadi pusat kehidupan yang mempersatukan. Sebab, masjid yang sejati tidak diukur dari luas bangunannya, tetapi dari seberapa lapang hatinya menampung manusia.
📚 Referensi Lengkap:
1. NU Online “Fungsi dan Bangunan Masjid Sejak Zaman Rasulullah” (Kendi Setiawan, 17 Juli 2018).
2. NU Online “Fungsi Politik Masjid di Zaman Nabi” (Mahbib Khoiron, 10 Mei 2018).
3. Muslimah News “Mengembalikan Fungsi Masjid Sesuai Tuntunan Nabi ﷺ” (29 Mei 2023).
4. Merdeka.com “8 Fungsi Masjid pada Zaman Rasulullah SAW” (5 Mei 2022).
5. Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari, Syarah Shahih Bukhari, bab tentang Ashabus Suffah
6. Sirah Nabawiyyah, karya Ibn Hisham, bab tentang kehidupan Rasulullah di Madinah.
7. Riyadhus Shalihin, bab tentang kasih sayang dan tolong-menolong.
Komentar
Posting Komentar